Minggu, 10 Maret 2013

PERPISAHAN

DI BALIK SEBUAH PERPISAHAN

oleh agust hutabarat Teman, jika kembali kau mengingat lembaran lama yang telah lama kau tutup dan simpan atau mungkin sudah kau buang, makan kau akan kembali ke masa-masa sebelum ini. Tak terlalu jauh dan juga tak terlalu dekat, tapi cukup untuk menggugah kembali rasa yang semakin tak menentu itu. Rasa yang aneh, tapi bukan rasa cinta dan hawa nafsu, hanya sebuah rasa rindu akan saat-saat yang telah berlalu dan penuh kenangan.
Ku beritahukan kepada mu sobat, jika dulu kita seperti apa dan sekarang seperti apa. Dan kau telah cukup dewasa untuk menemukan jawabannya, sehingga aku tak perlu mengumbar kata untuk mengingatkan mu, cukup lah aku hanya membangkitkan kenangan itu kembali agar tidak langsung mati terkubur oleh ruang dan waktu.
Kau ingat sobat, masa tiga atau empat tahun dari detik ini. Apa yang kita lakukan, apa yang kita pakai bahkan apa yang kita pikirkan. Walaupun setiap dari kita melakukan, memakai dan memikirkan banyak hal yang berbeda namun ada beberapa titik yang sama-sama kita pikirkan dan tak mungkin untuk kau pungkiri. Yaitu tentang sebuah persahabatan, tentang sebuah perpisahan dan tentang sebuah kerinduan.
Dulu saat ku ingat di masa yang sama, kita hanyalah sekumpulan remaja egois yang mencoba mencari jatidiri dan berdiri di atas ego jiwa yang menggebu-gebu. Sekumpulan anak muda yang mencoba untuk memamerkan diri kita di mata dunia. Saling bersaing menjadi yang terbaik dan akhirnya saling menjatuhkan dan berujung pada sebuah pertengkaran batin hingga permusuhan yang semakin lama semakin besar.
Kita hidup bagaikan mahkluk primitif dengan berkelompok-kelompok sesuai dengan ego masing-masing. Saling bentrok dengan kelompok lain yang juga memiliki ego tersendiri. Tak jarang dari kita saling menjatuhkan dan saling membenci, layaknya kehidupan manusia abad pertengahan.
Tapi aku yakin itu hanyalah sebuah proses pencapaian kedewasaan kita sobat. Sebuah tahap dalam pencarian jati diri seorang remaja di masa-masa peralihan usia. Walau demikian kalian semua telah menjadi beberapa penggalan mozaik kehidupanku yang akan aku tuliskan dalam buku kehidupanku.
Memang setiap masa ada waktunya dan memiliki peristiwa yang menandakan masa itu. Dulu kita hidup dalam ego kita dan berkelompok layaknya mahkluk primitif, tapi semuanya secara drastis berubah menjadi sebuah persahabatan yang indah. Sebuah komunitas sosial yang terpuji. Ego diri mulai dapat dikekang, perbedaan idealisme diri mulai saling memahami dan menghargai, semuanya satu dan saling mencintai dan merindukan.
Ku ingat masa itu sobat, masa kita SMA dulu di sekolah kita yang terpecil dari metropolisnya peradaban. SMA Negeri 2 Tarutung, kelas XII IPA 1 yang ku rindukan. Saat itu kita telah menjadi satu, masyarakat modern yang menghargai perbedaan. Mungkin sisa waktu yang semakin sempit telah menghangatkan hati kita dan merapatkan jurang yang selama ini menjadi penghalang antara persahabatan kita.
Tak ku lupakan teman, menjelang masa batas akhir itu seberapa sering kita berkumpul, bercanda, berbagi cerita tentang rencana masa depan masing-masing. Dari rumah ke rumah kita saling mengunjungi. Dan tak kan kulupakan rumah sobat-sobat ku terkhususnya Rumah Yessy, Rumah Wherdy, Rumah Hanny, Rumah Irvan dan Rumah Mesri. Rumah yang akan menceritakan cerita kita kelak.
Ku pastikan aku tak kan lupa itu teman. Setelah tiga atau empat tahun ini kita berpisah, kerinduan akan cerita kita kembali hidup layaknya bara api yang tertiup angin. Dan aku ingin segera menghidupkan cerita itu kembali, tapi kapan..????
Betapa aku telah hidup dengan caraku sendiri dan sejuta kesibukanku sendiri yang rasanya tak akan pernah habis hingga sisa usia ku. Ingin ku tuliskan semuanya, tapi aku tak tahu dari mana akan aku mulai dan dimana akan aku akhiri. Ku yakini cerita kita akan selalu abadi layaknya Amsal-amsal Daud. Dan kurasa walau aku menuliskannya di semua kertas dan dengan tinta yang ada di dunia ini, itu tidak akan cukup. Walau demikian, aku mencoba mengukirnya dijiwaku dengan setiap tetes darahku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar